Senin, 09 Mei 2011

Suara Hati Honorer

Benar-benar ironis. Di tengah wakil rakyat ngotot membangun gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menelan biaya Rp1,134 triliun, ada sekitar 600 ribu tenaga honorer yang tersebar di segenap penjuru Tanah Air, menangis meratapi buruknya nasib mereka. Ironinya, penghasilan mereka per bulan hanya berkisar Rp50 ribu sampai Rp80 ribu.     
“Buruknya nasib kami ini, akan semakin diperparah dengan berbagai aturan hasil revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 48 tahuin 2005 tentang Pengangkatan Tenaga honorer menjadi CPNS yang drafnya masih digodok di Kemenkum dan HAM,” keluh Koordinator Forum honorer Indonesia (FHI), Nur Aeni dengan mata berkaca-kaca.
Wanita yang telah 8 tahun mengabdi sebagai guru honorer di sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) Talang, Tegal ini, mengungkapkan, bahwa ada sekitar 600 ribu orang di belakangnya yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah lewat aturan baru hasil revisi Peraturan Pemerintah (PP) tersebut.
Setidaknya ada 500 ribu tenaga honorer akan kehilangan penghasilan yang sudah semakin kecil ini, kalau sampai draf revisi PP tersebut disetujui. Soalnya, PP tersebut hanya akan mengangkat 20% saja tenaga honorer non APBN/APBD. Sementara untuk honorer APBN/APBD akan diangkat seluruhnya. “Ini kan tidak adil,” tegas sarjana pendidikan ilmu agama salah satu perguruan tinggi di Tegal ini.
Nur Aeni bertekad akan melawan ketidakadilan yang dirasakan dirinya dan teman-temanya dengan berbagai cara. Untuk itu, ia pun mengaku telah menyiapkan berbagai strategi untuk memperjuangkan tuntutan yang akan ditujukan pada pemerintah.
“Puncaknya, ialah berdemo pada 2 Mei 2011 dengan menggerakan massa besar-besaran dan dilakukan secara terus menerus, Pagi, siang, sore dan kalau perlu  malam hari, hingga tuntutan kami dikabulkan,” ujar Nur Aeni dengan semangat berapi-api.
Apa saja sebetulnya kisah menyedihkan yang dialami ratusan ribu honorer kita selama ini? Apa tuntutan yang ingin disampaikan? Dan, bagaimana kalau tuntutan itu tak dikabulkan pemerintah? Ragam jawaban seputar pertanyaan ini, disampaikan perempuan kelahiran Tegal, 23 juni 1979 kepada Mirza Fichri dari politikindonesia.com, di Gedung Parlemen, Jumat (15/4). Berikut petikannya. 

Sebetulnya apa yang menjadi faktor penyebab kegelisahan para tenaga honor yang tergabung dalam FHI ini?

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Pertama, kami tenaga honorer non APBN/APBD yang berjumlah sekitar 600 ribu orang di seluruh Indonesia, merasa dizalimi dan diperlakukan tidak adil oleh pemerintah.

Tengok saja, berdasarkan draft revisi Peraturan Pemerintah No 48 tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS yang kini sedang dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, menyebutkan hanya akan mengangkat sekitar 20% saja dari honorer yang ada.

Sementara, selebihnya sekitar 500 ribu honorer diserahkan ke Pemda masing-masing. Akibatnya, bagi Pemda yang tidak memiliki kemampuan keuangan, akan membuang tenaga honorer yang ada. Ini sama saja  mereka membunuh 500 ribu tenaga honorer dan keluarganya.
Faktor lainnya?       
Faktor lain yang menyebabkan ratusan ribu tenaga honorer ini gelisah ialah, persoalan rendahnya honor yang kami terima per bulan. Bayangkan saja, hampir rata-rata rekan kami menerima honor jauh dari UMR, yaitu hanya sebesar Rp500 ribu hingga Rp100 ribu per bulan. Bahkan, tak sedikiit pula diantara kami menerima Rp80 ribu, bahkan ada yang Cuma Rp 50 ribu per bulan. Itu pun dibayarkan setiap tiga bulan sekali.     
Dengan penghasilan sebesar itu di jaman seperti ini, dimana harga semua barang kebutuhan pokok begitu tinggi, bagaimana kami dapat hidup layak. Jangankan untuk membiayai anak sekolah atau berobat ke rumah sakit, untuk memenuhi kebutuhan makan harian saja sangat jauh dari cukup.
Selama ini, sumber pendanaan untuk membayar honor Anda dan rekan-rekan dari mana?
Sepengetahuan saya, untuk membayar tenaga honorer ini, dananya bersumber dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan dari kas sekolah. Dengan mengandalkan dana BOS yang hanya cair setiap 3 bulan sekali itu, maka tak heran bila kami pun baru akan menerima gaji yang nilainya sangat kecil itu setiap 3 bulan sekali.
Sejauh ini, apa yang Anda dan teman-teman lain lakukan untuk menutupi kekurangan dari biaya hidup tersebut?
Beragam cara dilakukan oleh saya dan teman-teman untuk mencari uang demi menutupi kebutuhan kami sehari-hari. Sebagian ada yang berpropesi sebagai tukang ojek motor, supir kendaraan umum, bertani, bahkan ada yang sampai menjual diri. Sungguh, tidak ada maksud kami membesar-besarkan masalah yang kami hadapi. Ini benar-benar fakta di lapangan.
Untuk memperjuangkan nasib kaum honorer ini, langkah-langkah apa saja yang telah dan akan dilakukan FHI?
Selain mengadukan nasib kami ke DPR, dengan maksud agar dewan dapat memanggil dan memberi tekanan ke pemerintah, dalam hal ini beberapa kementerian terkait, untuk lebih memperhatikan substansi dari PP tersebut. Terutama mengenai beberapa pasal di draft revisi PP 48 tahun 2005 yang dinilai tidak berpihak pada nasib tenaga honorer non APBN/APBD.

Kemudian, kami juga berupaya melakukan dialog kepada beberapa kementerian terkait persoalan kami tersebut. Dan, terakhir, kemarin (14/04) kami diundang oleh Kementerian Hukum dan HAM untuk hadir dan memberikan pendapat terkait proses harmonisasi PP tadi.
Dari berbagai langkah yang telah di tempuh, apakah sudah memberikan hasil positif?
Itulah yang kami sesalkan. Hingga detik ini, kami pesimis dengan tanggapan yang diberikan oleh pemerintah. Kelihatannya, pemerintah tak mau mendengar jeritan hati kami. Sepertinya, draf revisi PP yang tak menguntungkan bagi kami tersebut, akan segera ditetapkan.
Konkritnya, apa yang menjadi tuntutan FHI kepada pemerintah?
Kami menginginkan pemerintah memberikan jaminan 100% tenaga honorer diangkat di bidang pendidikan. Lalu, pemerintah juga harus segera memberlakukan Upah Minimum Pendidikan (UMP) bagi para tenaga honorer di bidang pendidikan, dan pemerintah harus segera memperbaiki sistem rekrutmen honorer dan menjadikan sebagai sistem utama dalam penerimaan PNS.
Menurut kacamata Anda, apakah pemerintah akan mengabulkan tuntutan ini? Bagaimana kalau keinginan Anda dan rekan-rekan tidak diakomodir dalam PP tersebut?
Berdasarkan pengamatan saya, setelah bertemu dan berdialog dengan pihak pemerintah, saya pesimis dengan hasilnya. Saya melihat, tampaknya pemerintah akan tetap kekeuh menerbitkan revisi PP tersebut.
Jika ternyata tuntutan kami tersebut tidak terpenuhi, maka FHI sebagai wadah aliansi 33 organisasi honorer di seluruh Indonesia itu,  berencana menggelar demo bernama Aksi Mei Bergerak. Hal tersebut dilakukan, sekaligus dalam rangka menyambut hari pendidikan nasional pada 2 Mei 2011 yang akan datang.
Apakah Anda optimis tuntutan akan dipenuhi lewat demo ini?
Kami harus optimis. Untuk itu, kami juga telah menyiapkan strategi aksi demo ini dengan rapih.  Pertama, demo ini akan mengerahkan masa besar-besaran dan kami konsentrasikan di depan Istana Presiden.
Kedua, aksi ini akan mengambil ritme waktu 3 hari, 7 hari dan 30 hari tergantung tingkat tercapainya tujuan. Ketiga, jika aksi demo siang hari dinilai tak cukup, maka akan dilaksanakan pada malam hari melalui kegiatan istighosah kubro dengan melibatkan para tokoh-tokoh agama.
Hal penting apalagi yang ingin Anda sampaikan?
Pertama, kami mengetuk hati nurani para pejabat negeri ini agar mau sedikit memberi perhatian kepada buruknya nasib kami. Janganlah kami yang sudah susah ini, tambah susah dengan terbitnya PP yang sungguh-sungguh merugikan kami itu.

Kedua, kami mohon agar kami honorer non APBN/APBD diperlakukan secara adil dan tidak dibeda-bedakan dengan rekan honorer APBN/APBD. Untuk itu, berikan kami hak yang sama untuk dapat diangkat menjadi CPNS. Kalau memang belum mampu 100%, setidaknya dapat dilakukan secara bertahap mulai dari 50% dulu dan seterusnya.

Selanjutnya, kami juga menghimbau agar para anggota dewan yang terhormat mau membantu kami dengan cara memanggil dan menekan pemerintah agar memperhatikan nasib kami. Tolong, daripada ribut soal rencana bangun gedung baru yang menelan biaya triliunan rupiah itu, lebih baik DPR memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyatnya, seperti kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar